Kurikulum Merdeka: Pembelajaran dengan Paradigma Baru dan Berdiferensiasi

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi meluncurkan Kurikulum Merdeka sebagai upaya mengatasi krisis pembelajaran (learning loss). Kurikulum Merdeka yang sebelumnya dikenal dengan Kurikulum Prototipe atau Kurikulum dengan Paradigma Baru tersebut ditawarkan sebagai salah satu opsi pemulihan pembelajaran akibat pandemi.

“Dengan Kurikulum Merdeka guru dapat memilih format, cara, materi esensial, dan pengalaman apa yang ingin diajarkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai,” disampaikan Zulfikri Anas, Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek dalam Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB), secara daring, Kamis (17/2).

Selain itu, ditambahkan Zulfikri, bagi siswa, Kurikulum Merdeka dapat mengeksplorasi potensi unik setiap individu yang selama ini terkungkung dengan materi. “Siswa bisa mengeksplor seluruh potensi dirinya melalui pengalaman berbagai cara, misalnya bagaimana merespon lingkungan di sekitarnya,” katanya.

Stefani Anggia Putri, Guru SD Negeri 005 Sekupang, Batam, Kepulauan Riau yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka di sekolahnya sejak tahun lalu mengungkapkan bahwa pembelajaran di sekolah menjadi menyenangkan. “Dengan penerapan Kurikulum Merdeka, pembelajaran dilakukan melalui paradigma baru dan berdiferensiasi sehingga menjadi menyenangkan, berpusat pada siswa, dan sesuai kebutuhan serta tahap kembang siswa,” ungkapnya.

Lebih lanjut disampaikan Anggi, Kurikulum Merdeka diharapkan mampu mewujudkan profil pelajar Pancasila. Menurutnya, penerapan Kurikulum Merdeka sudah dilakukan di sekolahnya mulai Tahun Ajaran 2021/2022. “Kurikulum Merdeka ini mulai kami terapkan pada kelas 1 dan 4 saja sebagai pelaksana sekolah penggerak angkatan 1 Kota Batam, sedangkan kelas 2, 3, 5, dan 6 masih menggunakan kurikulum 2013,” ungkapnya.

Pada awal semester, guru kelas 1 dan 4 melakukan asesmen diagnosis awal bagi siswa. Selanjutnya, pembelajaran dilakukan dengan proyek melalui dua tema setiap tahunnya. “Semester satu kemarin kami mengambil tema gaya hidup berkelanjutan, dengan judul Sampah Kujadikan Teman,” kata Anggi.

Melalui tema tersebut, penerapan Kurikulum Merdeka dilakukan dengan mengajarkan pemanfaatan sampah, pemilahan sampah sesuai jenisnya, hingga mendaur ulang sampah yang bermanfaat. Selain itu, penerapan Kurikulum Merdeka di SD Negeri 005 Sekupang, Batam, juga dilakukan dengan mengenalkan budaya kearifan lokal untuk menanamkan nilai gotong royong, kolaborasi, dan berpikir kritis pada siswa.

“Tema kearifan lokal ini kami lakukan pada semester dua dengan mengajarkan permainan tradisional seperti lompat karet dan congklak,” kata Anggi.

Joko Prasetyo, guru SMP Negeri 2 Temanggung, Jawa Tengah mengungkapkan perbedaan penerapan Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum 2013. Jika dalam kurikulum 2013 lebih fokus pada kognitif yaitu capaian nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang menjadi angka kualitatif sehingga membelenggu guru, tetapi di Kurikulum Merdeka para guru diarahkan kepada pembentukan karakter yang lebih riil.

“Luar biasa, kami lebih mengarahkan siswa agar mempunyai enam dimensi dalam profil pelajar Pancasila yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif,” ujarnya.

Selanjutnya, dikatakan Joko bahwa Kurikulum Merdeka juga menumbuhkan paradigma baru yaitu menghargai pencapaian setiap siswa. “Setiap anak itu berbeda, bahkan sekalipun anak kembar pasti mempunyai karakter yang berbeda. Poin pentingnya adalah kita harus menghargai proses pencapaian belajar setiap anak,” katanya.

Kurikulum Merdeka diterapkan di SMP Negeri 2 Temanggung melalui berbagai proyek untuk penguatan profil Pelajar Pancasila. Misalnya dengan mengadakan pentas seni muatan lokal, bereksplorasi, berdiskusi dalam membuat produk kearifan lokal, dan sebagainya.

“Dari situ kita berharap bisa menjadi titik tolak agar siswa senantiasa mengembangkan bakatnya dan memunculkan potensi yang ada di diri mereka,” harap Joko.

Kurikulum Merdeka diharapkan dapat memberi ruang seluas-luasnya bagi siswa dalam berkreasi dan mengembangkan diri. Kemendikbudristek telah melakukan sosialisasi Kurikulum Merdeka kepada berbagai pihak, meliputi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Guru (KKG), komunikasi dengan Dinas Pendidikan daerah, organisasi pendidikan, dan sebagainya. Selain itu, informasi terkait Kurikulum Merdeka juga dapat diperoleh pada laman kurikulum.kemdikbud.go.id.

“Mari kita selamatkan bangsa ini lewat dunia pendidikan. Mari kita bangun budaya belajar sesungguhnya dengan memposisikan kurikulum pada tempat semula, yaitu sebagai alat yang memberi ruang pada tiap individu untuk berkembang sesuai potensinya masing-masing,” pesan Zulfikri di akhir acara.