Kemendikbudristek Siapkan Penerapan Kurikulum Merdeka yang Kolaboratif di Tiap Wilayah
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan Webinar Implementasi Kurikulum Merdeka bertajuk “Filosofi Kurikulum Merdeka”. Webinar ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kepada kepala satuan pendidikan dan guru, dalam mempersiapkan penerapan Kurikulum Merdeka secara kolaboratif di masing-masing wilayah.
Hadir sebagai pembicara yaitu Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kemendikbudristek, Zulfikri Anas; Tenaga Ahli Teknologi Kemendikbudristek, Lasty Devira Kesdu; serta Guru Fisika SMAN 1 Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Yudi Nugraha
Bicara tentang filosofi Kurikulum Merdeka, Zulfikri Anas mengungkapkan bahwa secara esensi kurikulum merupakan alat yang digunakan untuk membantu anak dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebagai alat, maka kurikulum dipandang harus mengikuti anak dalam membantu proses pendidikannya. Kurikulum Merdeka kata dia, filosofi dasarnya sudah diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara jauh sebelum Indonesia merdeka.
“Satu hal menarik, dalam filosofi tersebut salah satunya diungkapkan bahwa tumbuh kembang anak terletak di luar kehendak dan kecakapan kita kaum pendidik. Selama ini kita mungkin lebih mendominasi proses belajar mereka dan dengan Kurikulum Merdeka kita akan menyesuaikan, mengembalikan pada kodratnya,” terang Zulfikri, Senin, (18/4).
Ia juga mengungkapkan bahwa Kurikulum Merdeka menyediakan layanan kepada setiap peserta didik agar masing-masing mereka sejak dini mengenali potensi-potensi uniknya. Zulfikri menilai, ketika para pendidik keliru dalam memberikan layanan, akibatnya anak-anak tidak akan menemukan fitrah uniknya dan para pendidiklah yang bertanggung jawab.
“Jadi sebelum kita menyusun rencana pembelajaran, kita harus terlebih dahulu mengenali mereka. Bisa jadi di awal kita mengenalkan pembelajaran, kita terlebih dahulu mengenali anak-anak, bisa dengan berbagai cara melakukan asesmen awal dan yang penting di bulan-bulan awal guru-guru mempunyai peta mengenai kemampuan awal anak sebelum memulai pembelajaran,” lanjutnya.
Pembicara kedua yakni Tenaga Ahli Teknologi Kemendikbudristek, Lasty Devira Kesdu menjelaskan bahwa Platform Merdeka Mengajar merupakan platform pendukung dalam penerapan kurikulum Merdeka Belajar. Ia mengatakan, penerapan Kurikulum Merdeka Belajar dalam penerapannya didukung dengan Platform Merdeka Mengajar yang akan membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman untuk menerapkan Kurikulum Merdeka.
“Platform ini merupakan platform edukasi yang menjadi teman penggerak untuk guru dalam mewujudkan Pelajar Pancasila serta mendukung guru untuk mengajar, belajar, dan berkarya lebih baik lagi,” terang Lasty.
Dalam mengajar, menurut Lesty, Platform Merdeka Mengajar menyediakan referensi untuk mengembangkan praktik pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum Merdeka. Sampai saat ini, sudah tersedia lebih dari 2.000 perangkat ajar berbasis Kurikulum Merdeka dalam platform Merdeka Mengajar.
“Platform ini juga akan membantu guru melakukan analisis diagnostik literasi dan numerasi dengan cepat sehingga dapat menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan tahap capaian dan pengembangan peserta didik,” tekan Lasty.
Keunggulan dari Kurikulum Merdeka dirasakankan Yudi Nugraha sebagai bentuk keleluasaan dalam memilih format, memilih pengalaman, memilih materi esensial apa saja yang dibutuhkan, serta menentukan modul yang cocok untuk pembelajaran di lingkungan sekolah. Ia juga menekankan pentingnya kesadaran untuk berkolaborasi meningkatkan pemahaman sesama guru mengenai pembelajaran berdiferensiasi agar pembelajaran tersebut dapat mengakomodir kebutuhan siswa.
“Ada beberapa hal yang kami rasa berbeda dengan kurikulum sebelumnya yaitu mengenai proses pembelajarannya. Khusus untuk proses pembelajarannya berdiferensiasi, kami sudah sampai pada tahap melaksanakan pembelajaran diferensiasi itu seperti apa. Di sekolah kami, pemetaan terhadap anak itu sudah dilakukan di awal dan itu tidak bermuatan mata pelajaran,” terang Guru Fisika SMAN 1 Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat ini berbagi pengalaman.
Lebih lanjut, Yudi menceritakan bagaimana ia melakukan proses pemetaan untuk mengetahui potensi siswa di sekolah tempatnya mengajar. Sebagai langkah awal, guru-guru membuat pemetaan yang sudah disusun oleh panitia (komite pembelajaran). Selanjutnya, para guru mengelola pelaksanaan asesmen pada tahap awal pembelajaran. Satuan pendidikan juga melibatkan wali kelas dalam pelaksanaanya. Kemudian, hasil pemetaan yang terdiri atas gaya belajar dan profil siswa, diserahkan kepada guru mata pelajaran guna mempersiapkan pembelajaran.